Selasa, 28 Oktober 2008

Masalah Kepengurusan (Pembantu Syekh al-Akbar)

A'uudzubillaahi minasy-syaythoonir rojiim. Bismillaahir rohmaanir rohiim. Alhamdulillaahi wahdauu wash-sholaatu was-salaamu 'alaa mallaa nabiyya ba'dah, wa'alaa aalihii washohbihii wamaw waalaah. Ammaa ba'du:Fa Qur Robbi adkhilnii mudkhola shidqiw wa-akhrijnii mukhroja shidqiw aj'allii milladunka sulthoonan nashiiroo. Waqul jaa-al haqqu wazahaqol baathil, innal baathila kaana zahuuqoo.Hadirin-hadirat,"Bapak (Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan, red) memegang prinsip apa yang dikatakan oleh Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan, bahwa Beliau dalam memimpin dan menempatkan para pembantu-pembantunya adalah orang-orang yang taat. Masalah pintar, skill (kemampuan), professional adalah nomor 2 (dua). Apalah artinya jika ia pintar atau profesional dalam disiplin ilmu tapi ia tidak taat". Mending memilih yang taat, nanti ilmunya dikasih! Allah tidak memilih orang-orang yang pintar di daerah Jazirah Arabia sebagai ketegori para petugasnya, tapi orang-orang yang kosong. Hal ini menggambarkan mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah. Akhirnya dikasih Allah ilmunya dikucurkan kepadanya.Begitu pula keadaan Bapak ini, tidak mampu membaca kitab kuning. Nahwu shorof tidak bisa. Apalagi membaca Quran dengan qiraat. Bapak dilempar oleh Kakek sendiri ke luar Jawa. Padahal hati ini pengen (ingin) sekali melanjutkan pendidikan seperti mondok di pesantren. Malah begitu mendengar keinginan Bapak tersebut, banyak yang menertawakannya (bukan didukung).Jadilah orang-orang yang merendahkan diri, dan mengerti diri untuk memposisikan diri kita sebagai apa. Dalam kehidupan ini duduklah sebagai Abid (hamba) Allah. Nanti sesuatu yang kurang pada di diri kita nanti Allah tutupi.Jangan kita merasa nasab dan ingin dihormati oleh jama'ah tapi tidak memperlihatkan ketakzhiman kepada jama'ah. Sehingga disepelekan oleh jama'ah. Bapak dulu pernah mendengar Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan menyatakan, 'Aku ini sama seperti kalian, yakni sebagai seorang murid!' Tapi orang yang mendengarnya mengatakan, 'Saya mah, tetap menganggap Pak Haji itu nasab, putra Syekh al-Akbar!'Ketika dalam kepemimpinan organisasi, Bapak tidak memaksa untuk dipilih, mengambil alih dan tidak pernah ikut campur atau mengganggu atas posisi lain. Apakah Bapak dulu pernah tampil di podium untuk memperlihatkan kapasitas pribadi? Bapak duduk sebagai jama'ah, bagian yang diurus oleh Yayasan. Kecuali disuruh.Baru setelah Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan menyuruh Bapak, 'Daud, sanggupkah engkau memimpin?' Bapak menjawab, 'Masalah memimpin mah sanggup nggak sanggup, Sebagai seorang murid, saya berprinsip Sami'na wa Atho'na. Bapak lebih tahu siapa saya ini, mesantren tidak sekolah pun tidak tamat'. Begitu ada suatu rapat kepengurusan di Jakarta, ada telepon dari Tasikmalaya (Syekh al-Akbar) yang isinya memerintahkan para pengurus untuk memposisikan Bapak sebagai Ketua Umum. Yang hadir saat itu semuanya kaget. Dan Bapak berusaha untuk pura-pura tidak mengetahinya. Kejadian itu pada th. 1997, persis sebelum Presiden Suharto jatuh.Memang peralihan kepemimpinan Tarekat ini dalam sejarah selalu paralel dengan kejadian dunia ini. Pada waktu kemerdekaan Republik ini di tahun 1945, di tahun itu Syekh al-Akbar Abdul Fattah menyerahkan mandat kepemimpinan Tarekat ini kepada Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan, sedangkan Beliau masih ada. Kalau Syekh al-Akbar Abdul Fattah uzurnya selama 2 tahun (w. th. 1947), sedangkan Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan uzurnya selama 4 tahun (w. th. 2001). Setelah Syekh al-Akbar Abdul Fattah meninggal dunia Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan bangkit memimpin. Bapak juga begitu, ketika th. 1997, Bapak hanya sekedar mengganti posisi Beliau karena uzur selama 4 tahun.Mengapa Beliau pada menjelang akhir hidupnya tidak memproklamirkan siapa pengganti setelahnya? Karena pada waktu itu kondisi uzur Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan menimbulkan fitnah bahwa setiap kebijakan Beliau, ada unsur lain yang memberikan motivasi (pengaruh). Setiap pernyataan kebijakan Syekh al-Akbar yang keluar disinyalir merupakan masukan/hasutan/bisikan orang-orang dekat atau ada pihak-pihak yang mempengaruhinya. Akhirnya informasi istikhlaf dibawa Beliau hingga akhir hayat.Setelah beberapa hari kemudian datanglah informasi-inforamasi ruhani dari para jama'ah. Ada yang lewat mimpi, kehadiran ruhani, berjumpa dengan Syekh al-Akbar, ada yang berdialog lewat batinnya, ada yang melalui bisikan, dan sebagainya.Bapak sendiri sebelum itu didatangi oleh 2 orang paranormal yang kebetulan berprofesi sebagai Tabib yang merawat Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan. Yang pertama menyatakan, 'Kepemimpinan pesantren ini mesti dari titisannya. Yang menjadi titisannya itu Pak Haji!' (sambil menunjuk Bapak). Yang satu lagi berkata, 'Kepemimpinan Tarekat ini sebenarnya sudah diserahkan lewat proses ruhaniyah. Jika seumpamanya setelah ini tidak membawa pesan apa-apa atau ada istikhlaf (penyerahan) maka pertahankan, pegang kepemimpinan ini, jangan dikemana-manakan!'.Dan memang Bapak sudah bermimpi sebelumnya. Bapak bermimpi Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan sedang duduk di tempat yang agak tinggi memimpin dzikir di hadapan para jama'ah. Posisi Bapak ketika itu jauh di belakang. Kemudian Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan berkata, 'Syekh Akbar Daud kemari!' Kemudian Bapak maju menghampiri Beliau ke depan. Saat Bapak ingin mencium tangan Beliau, eh malah Beliau dengan cekatan menyambar tangan Bapak, lalu diciumnya.Berita ini Bapak simpan, karena bukan menjadi ukuran. Yang mutlak itu adalah pemimpin yang hidup yang menyerahkan secara pribadi. Akhirnya para jama'ah dari berbagai tempat datang dari berbagai tempat.Allah pada dasarnya tidak memilih dari orang yang berkedudukan tinggi. Mengapa Allah tidak memilih Firaun saja. Atau tidak memilih Harun As. untuk bercakap-cakap, ketimbang Musa yang cadel sehingga ketika menyampaikan wahyu kepada umat mesti didampingi oleh saudaranya, Harun As? Itulah suatu gambaran bahwa Allah tidak memilih petugas-Nya berdasarkan ilmunya, tetapi memilih berdasarkan kecenderungan membawa amanah Allah SWT. Masalah harta, ilmu dan kedudukan, Allah yang akan kucurkan. Kita lihat saja nanti. Sebab Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan telah meramalkan bahwa Tarekat kita ini akan maju secara lahiriyah. Tapi itu bukan tujuan. Tujuan kita adalah sebagai Abid, dan menggiring seluruh umat manusia pun sebagai Abid.Apalah artinya kejayaan jika itu merupakan cobaan, dan apalah artinya kita takut kegagalan padahal itu juga cobaan. Di balik cobaan ada nilai ibadah. Jangan menganggapnya sebagai kerugian, tapi merupakan proyek 'ubudiyyah.Dienul Islam itu adalah teknologi Ilahiyyah. Seperti listrik yang terdiri dari unsur positif dan negatif, tapi tidak menimbulkan korsleting (hubungan arus pendek) sehingga terbakar. Begitu pula kita memposisikan kejadian dalam kehidupan ini, sedang di atas energi, di bawah energi, dst. Begitulah saat kita mendapatkan nikmat maupun musibat, di situ ada energi. Karena kita tidak pernah merasa dikucilkan, dikalahkan sehingga korslet (pemutusan hubungan). Semua dijadikan sebagai pelajaran (hikmah).Ketika berhubungan dengan sesama jama'ah ada unsur positifnya kita tegar, dan apabila ada negatifnya juga tegar. Saat mendapati sisi negatif menurut pribadi tertentu berkenaan dengan Guru, ia tetap tegar. Sehingga kehidupan kita selalu mendapatkan nilai, nilai, dan nilai.Setiap pribadi tidak selamanya duduk sebagai anak, suatu saat ia akan berposisi sebagai orang tua. Saat ini ia menjadi rakyat, suatu masa ia akan menjadi pemimpin bangsa. Di rumah kita jadi bos, di kantor kita jadi anak buah. Peranan kita sebagai individu selalu mengalami perubahan, siapa saja antara anak dan orang tua, antara pria dan wanita. Yang mana perubahan itu ada nikmat, musibat, untung, rugi, sehat, sakit, dst.Kalau ada seseorang yang dijumpai ruhani Syekh al-Akbar dalam bentuk yang berkilau, di mana Jubahnya bertatahkan permata yang bersinar, pakaiannya bercahaya, tubuhnya tembus pandang seperti kaca. Mengapa demikian? Itulah energi dari amaliyah Syekh al-Akbar. Kalian (murid) pun demikian, tapi martabatnya berbeda. Karena berada di bawah cahaya ruhani Syekh al-Akbar, maka selainnya tiak menjadi uswah (contoh), maka yang menjadi symbol adalah ruhani Bapak. Jika keagungan ruhani Syekh al-Akbar demikian, hal itu kebijakan siapa? … Allah Azza wa Jalla, bukan Muhammad Daud Dahlan.Sebagai contoh pembangkit energi listrik di PLTA Jatiluhur, siapakah yang mengendalikannya. Siapakah yang mengendalikan dynamo agar menyalurkan listrik? Apakah dynamo itu sendiri yang menyalurkan listrik? Petugas atau dynamo yang berbuat? Muhammad Daud Dahlan atau Allah (yang berbuat)? Dinamo tidak bisa berbuat apa-apa, ia tidak bisa menyalurkan kalau tidak disetel petugasnya. Begitulah, Muhammad Daud Dahlan pun demikian.Nah, inilah nilai dari kebijakan Ilahiyyah. Fithrotallaahal latii fathoron naasa 'alayhaa, fitrah Allah yang disesuaikan atas manusia. Selaras, hanya tingkatannya saja berbeda. Kalau kebijakan manusia untuk duniawi, sedangkan kebijakan Allah untuk akhirat.Minimal upaya dakwah kita menciptakan simpati, dan tidak menimbulkan kebencian umat manusia. Sebab jika ada suatu kebencian, maka jaringan Ilahiyyah akan terputus. Inna syaani-aka huwal abtar. (Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu itu terputus) Q.S. Al-Kautsar: 3. Pada waktu wahyu ini diturunkan pengertian 'kamu' di sini diposisikan kepada Nabi Muhammad Saw. Dan sekarang pengertian 'kamu' tersebut adalah pewarisnya.Oleh karena itu janganlah kita berburuk sangka kepada kondisi orang lain, apalagi petunjuk itu hak wewenang Ilahiyyah. Petunjuk adalah mutlak hak Allah bukan milik Syekh al-Akbar. Ketika melihat ada kenyataan yang tidak sesuai atau menyimpang dari kaidah syar'i janganlah kita mencoba untuk ambil bagian untuk menghukuminya dan mengadili, jangan! Sebab petunjuk itu kepunyaan Allah. Kepemimpinan itu kepunyaan Allah. Tidak ada rasul itu dikatakan sebagai Tuhan, Wali dikatakan sebagai Tuhan. Itu hanya perilaku manusia saja yang melakukan demikian. Istilah Gusti, Pangeran, Dewa banyak digunakan oleh umat manusia. Bahkan orang Arab pun menggunakannya, seperti Robbbul 'A-ilah (Tuhan keluarga), Robbul Wathoniyyah (Tuhan tanah air), dan lainnya. Allah tidak menisbahkan Tuhan pada diri seorang Nabi dan Rasul.Janganlah kita menisbahkan makna Tuhan kepada pribadi Nabi dan Rasul, termasuk Syekh al-Akbar. Syekh al-Akbar sekalipun diposisikan sebagai mandataris Ilahiyyah hanya sekedar saksi (syaahidan), penyampai berta gembira (mubasy-syiran) dan pemberi peringatan (nadziran) dengan jelas. Mungkin kalian sebagai murid juga memiliki kedudukan yang sama suatu saat sebagai penyambung informasi tentang keberadaan Birokrasi Ilahiyyah. Jangan coba-coba mengungkapkan pengakuan diri sebagai Tuhan, seperti orang Nasrani yang menyatakan Yesus sebagai anak Tuhan.Bapak menunggu komitmen bersama seluruh jama'ah, pengurus untuk mengusung bersama perjuangan Birokrasi Ilahiyyah ini. Bapak walaupun diposisikan sebagai yang dimandatkan tidak bisa berbuat banyak tanpa bantuan kalian. Hal ini seperti keberadaan Rasulullah Saw yang perjuangannya didukung oleh para sahabat-sahabatnya. Sekecil apapun yang ingin membantu perjuangan Birokrasi Ilahiyyah Bapak tunggu.Bapak tidak memandang nasab atau tidak, senior atau junior, kedudukan jama'ahnya, tapi yang Bapak lihat adalah ketaatannya. Sami'na wa Atho'na (Kami dengar dan Kami turut). Apalah artinya punya ilmu tapi tidak taat. Dan apabila seseorang berada dalam ketaatan, Insya Allah nanti dikucurkan atas kekurangannya dan ditinggikan kedudukannya.Allaahummaghfir lil muslimiina wal muslimiin wal muslimat al-ahyaa-I minhum wal-amwaat, minal jinni wal insi birohmatika yaa arhamar roohimiiin. Al-Faatihah:Wassalaamu'alaikum Warohmatullaah wabarokaatuh.Jakarta, 13 Juni 2008.

*************************
Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadist,tetapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah.
Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)!

Tidak ada komentar: