Selasa, 28 Oktober 2008

Ceramah Penutupan PQN ke-107

Ceramah Asy-Syekh Al-Akbar Muh. Daud Dahlan
Malam Penutupan PQN ke-107, 3 Agustus 2008

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ للهِ وَحْدَهُ, وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلىٰ مَنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَه, وَعَلىٰ ألِهِ وَصَحْبِه وَمَنْ وَالَاهُ, أَمَّا بَعْدُ: رَبِّ أَدْخِلْنِيْ مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِيْ مُخْرَجَ صِدْقٍ وَّاجْعَلْ لِيْ مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَّصِيْرًا. وَقُلْ جَآءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Hadirin Hadirat yang berbahagia,
Sebagaimana biasanya dan hendaknya kita senantiasa memanjatkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah dan selalu melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua.
Sholawat dan salam tentunya juga kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya sekalian.
Hadirin Hadirat,
Pada acara Penutupan Pekan Qini Nasional yang ke-107 malam hari ini, yang dirangkaikan dengan acara Isra wal Mi’raj Nabi Muhammad Saw, kita lanjutkan pembahasan sebelumnya tentang Taqwa yang sebenarnya. Hal tersebut diawali oleh seruan Allah SWT untuk orang-orang yang beriman agar bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Ternyata setelah diuraikan dengan panjang lebar berdasarkan beberapa keterangan Al-Quran dan Al-Hadits terevaluasilah bahwa yang dimaksud taqwa yang sebenarnya bagi orang-orang yang beriman itu adalah masuk kepada wilayah kepemimpinan Ilahiyyah.
Jika Dienul Islam dikategorikan seperti agama yang lainnya atau di satu sisi dikatakan bahwa agama lain itu sama dengan agama Islam. Maka dari segi keilmuan, sumber-sumber informasi, sumber yang menjadi dasar hukum atau referensi, Dienul Islam tidak sama dengan agama Islam. Kalau dikatakan agama Islam sama dengan lainnya, itu disebabkan keilmuan mereka tentang Dienul Islam selama ini hanya baru diuraikan, dijabarkan, digambarkan, ditafsirkan dengan kapasitas yang memiliki kemiripan dengan agama lainnya. Termasuk dalam bentuk praktek (amaliyyah)nya. Mereka tidak mengenal ’Amilush-Shalih walaupun dalam Al-Quran disebutkan. Mereka yang menyamaratakan bahwa Agama Islam sama dengan agama lainnya adalah karena mereka yang tidak mengerti dan tidak mampu membedakan mana yang Amal shalih dan ‘Amilush Shalih.
Kalau pun mereka mengucapkan Sunnah Nabi, tapi hanya di lisan saja dari apa yang mereka baca. Tapi dalam prakteknya mereka belum bisa membedakan mana yang dinamakan Sunnah Nabi dan mana yang dinamakan Sunnah nenek moyang mereka. Akhirnya, yang seharusnya Dienul Islam yang diwahyukan melalui Jibril As kepada Nabi Muhammad Saw disamaratakan dengan agama lainnya.
Bunyi dan istilahnya saja berbeda. Agama terdiri dari kata ‘a’ dan ‘gama’. ‘a’ artinya tidak, dan ‘gama’ artinya kacau. Secara keseluruhan artinya tidak kacau. Kata lain tidak kacau adalah keteraturan. Hanya sebatas itu. Arti agama itu adalah keteraturan.
Bagaimana dengan Dien? Saat malaikat Jibril As menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw berupa Al-Quran al-Karim, ia tidak pernah menampakkan wujud aslinya atau dalam bentuk lainnya. Yang tampak adalah ekspresi Nabi Muhammad dalam bentuk fenomenal yang berganti-ganti . Terkadang Beliau bergetar, menangis, menampakkan wajah merah padam, dll. Karena teramat berat menerima wahyu yang disampaikan atasnya.
Tapi ketika Beliau (Jibril As) ingin mengajarkan Dienul Islam kepada Nabi Muhammad Saw, Beliau menyampaikannya dalam bentuk fisik (menyerupai orang musafir) bukan dalam bentuk ruhani.[i]
Malaikat Jibril As bertanya tentang Iman Islam dan Ihsan, dan semuanya dijawab oleh Nabi Muhammad Saw. Setiap jawaban yang diungkapkan Nabi Saw dijawab oleh Jibril As dengan ‘Shadaqta’ (benar engkau!)
Berdasarkan cerita ini sebenarnya bukan malaikat Jibril yang belajar kepada Nabi Muhammad Saw, tapi sebaliknya, Nabi Muhammad Saw diajarkan oleh malaikat Jibril As. Rahasia di balik cerita tersebut adalah bahwa pengajaran Dienul Islam menyangkut aspek lahiriyyah, sehingga malaikat Jibril As tidak menampakkan dirinya secara ruhaniyyah, tapi secara lahir dalam bentuk pemuda yang tidak dikenal.
Pada saat malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad Saw, sebenarnya ia telah menyalurkan energinya melalui tangan yang menyentuh pahanya, sehingga Nabi Muhammad Saw bisa menjawab semua pertanyaan yang disampaikan oleh malaikat Jibril As. Inilah adab agung yang diperlihatkan malaikat Jibril As kepada Rasulullah Saw. Beliau tidak mengajarkan secara langsung, tapi tidak langsung. Dalam berbagai posisi dan dimensi seorang pemimpin bisa saja duduk di bawah dan pada sisi lain berdiri di atasnya.

Adab Syari’at Hakikat Shalat
Shalat itu hukumnya wajib, faidahnya halal. Adakah sholat yang haram? Jika niatnya ingin dapat untung bukan karena Allah (dunia) maka apakah itu tidak haram. Sikap niatnya bengkok. Inilah keharaman dalam sikap batin.
Sikap lahir yang keliru adalah mengikuti pakaian budaya nenek moyang ketika sholat. Firman Allah: Hai anak Adam, pakailah performance (model) pakaianmu di setiap masjid, Q.S. Al-A’raf: 31.
Saat sholat model, performance mesti mengikuti siapa? Apakah mengikuti orang Jawa pakai blangkon? Pakai koteka seperti orang Irian? Pakai jas seperti orang Barat?
Fawaylul lil mushollin. Lalai adab syari’atnya dan adab hakikatnya. Banyak orang shalat padahal ia tidak shalat. Seumur-umur mereka berbuat kesalahan. Karena kelalaian dan kebodohan.
Wala talbisul haqq bil baathil, janganlah mencampuri yang Haq (benar) dengan yang Bathil (Salah). Janganlah menyebabkan yang Haq itu menjadi batal!
Yang Haq mencontoh kepada siapa? Nabi Muhammad Saw. Yang Bathil mengikuti siapa? Yang batil mengikuti kebijakan semau gue, kebudayaan nenek moyang, kebijakan nasional. Apakah mereka yang dianggap pahlawan nasional itu mati syahid? Siapa yang memiliki syurga dan neraka? NKRI, negara Amerika, negara Jepang? Mengapa betah di dalam kepemimpinan manusia? Kenapa tidak mau masuk kepada bendera kepemimpinan Nabi Muhammad Saw?!
Berulang-ulang kita melakukan shalat tarawih dan didengungkan do’a watahta liwaa-i saayidinaa Muhammadin Saw yawmal qiyaamati saa-iriiin [jadikanlah kami berjalan di bawah bendera kepemipinan Nabi Muhammad Saw pada hari kiamat!]
Yang peduli janjinya Darus Salam. Dibaca berulang-ulang setiap tahun dibaca. Nggak nyambung-nyambung, nggak ngerti2! Jangankan orang Indonesia yang gak ngerti bahsa Arab, orang Arab saja tidak mengerti bahwa Dienul Islam itu kepemimpinan Birokrasi Ilahiyyah. Mereka tidak peduli, telmi (telat mikir), nggak nyambung2 (connect)! Termasuk kita! Jika Allah tidak berkehendak kepada kita, tidak mungkin!
************
Rasulullah Saw menerima wahyu dalam kondisi yang berbeda. Malaikat Jibril As duduk bersandiwara di hadapan Rasulullah Saw memberikan pengajaran. Rasulullah di hadapan Jibril As, bukan mengajarkan tapi beradab dalam belajar. Maka jadilah Rukun Islam, Rukun Iman, dan Rukun Ihsan.
Rukun Islam ada 5, dan Rukun Iman ada 6. Percaya kepada Allah? Percaya kepada para malaikat? Percaya kepada Kitab-kitab? Percaya kepada hari kiamat? Eh, hidupnya pemborosan yang mempercepat datang hari kiamat. Percaya kepada Qadha dan Qadar? Suka kepada nikmat? Suka kepada musibah?
Saat diperdengarkan do’a watahta liwaa-i saayidinaa Muhammadin Saw yawmal qiyaamati saa-iriiin maka ‘amin’kan agar kita dipertemukan di bawah bendera Nabi Muhammad saw, yakni bendera Birokrasi Ilahiyyah.
Banyak dimensi yang Allah ungkapkan, yang ternyata Dienul Islam adalah Birokrasi Ilahiyyah. Dan ternyata taqwa yang sesungguhnya bagi orang-orang yang beriman adalah memasuki wilayah kepemimpinan Birokrasi Ilahiyyah di bawah bendera Nabi Muhammad Saw dan para Khalifahnya. Oleh karenanya selanjutnya Allah berfirman: Wa’tashimuu bihablillaahi jamii’aw walaa tafarroquu. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, Q.S. Ali Imran: 103.
Apakah akan diterima oleh orang-orang yang tidak percaya? Apakah bisa diterima (Birokrasi Ilahiyyah itu) oleh orang yang berburuk sangka? Tidak. Apapun suatu bangunan yang indah, yang bagus, yang membanggakan, yang memberikan manfaat banyak, sadar atau tidak, diketahui atau tidak. Tapi jika diberitahu kepada orang ingkar yang didasari oleh buruk sangka, maka pernyataan itu tidak akan diterima.
Sebagai contoh, menurut orang Amerika, dibangunnya WTC (World Trade Centre) menimbulkan manfaat yang luas. Kata yang punya gedung WTC itu baik dan bagus. Tapi bagi yang benci, gedung itu diacak-acak, dihancurkan. Contoh lain, seorang anak kecil sedang bermain membuat gedung sehingga ia tertawa dan senang melihat bangunan yang ia buat. Tapi datang kakaknya menghancurkan, karena ia sedang ngambek.
Oleh karenanya janganlah kita merasa puas meski sedang dalam posisi yang haq, dan jangan mengharap kebaikan orang lain dalam bribadah kepada Allah. Berharaplah kepada keridhaan Allah. Dunia ini sesuai dengan kodrat-Nya bersifat sementara, selalu terdapat dua sisi, ada siang ada malam, ada nikmat dan musibat, ada baik dan buruk, ada sehat dan sakit, ada yang iman dan ada yang ingkar. Kalau kita mengharapkan selalu yang baik-baik dari seseorang, maka ketika datang kepada kita hal yang kurang baik maka kecewalah kita.

Makna Riya’ (pamer) Sesungguhnya
Segala sesuatu mesti dilakukan karena Allah. Jangan karena ingin dipuji karena manusia (riya’). Riya’ itu yang mana?
Kata seorang cendikiawan muslim di Indonesia, amal sholeh itu tidak perlu ditampak-tampakkan. Ibadah itu katanya tidak perlu ditampakkan. Artinya, harus sembunyi-sembunyi shalatnya! Berarti azan mesti ngumpet atau bisik2! Begitu?!
Akhirnya umat Islam enggan menjalankan suari’at yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Umat Islam ikut terobsesi dengan pernyataan tersebut. Kalau kita sembunyikan berarti ikhlas katanya. Dan yang ditampakkan itu riya’, katanya. Jika kita bersedekah (melalui lelang, misalnya) lalu disebutkan namanya, hal itu dikatakan ‘riya!’ Jika disebutkan ‘hamba Allah’ yang menyumbang, baru ikhlas namanya!
Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah: 171
In tubdush-shodaqaatu fani’immaahiy, wa-in tukhfuuhaa wa tu’tuuhal fuqoroo-a fahuwa khoyrul lakum
Jika kamu menampakkan sedekah , maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.(Q.S. Al-Baqarah: 271)
Makna [فنعماهي] artinya memberikan solusi, menjadikan nikmat. Jika kalian menampakkan sedekah kalian, maka itu memberikan solusi (menjadikan nikmat). Jika kalian menyembunyikannya maka itu lebih baik. Bukan berarti yang menampakkan itu tidak baik, justru memberikan solusi!
Sewaktu lelang dikatakan si Sholihin menyumbang 50 ribu pahalanya untuk Ibu Bapaknya. Ungkapan ‘kalian menyembunyikannya maka itu lebih baik’ bukan berarti yang menyatakan itu tidak ikhlash.
Kalau dalam hatinya masih belum ikhlash ia belum mau mengeluarkan uangnya untuk pembangunan masjid. Kapan mau beramal jika menunggu munculnya rasa ikhlash?
Jika ada pembangunan masjid, yang memberikan solusi yang mana? Apakah yang menampakkan shodaqah tapi masih terbetik rasa riya’ atau yang tidak memberi shodaqah karena belum bisa ikhlash? Yang memberi solusi adalah yang memberi daripada yang tidak.
Syari’atnya memang seperti riya’, padahal bukan itu tujuannya. Pembangunan masjid yang dilaksanakan panitia itu merupakan program yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Mana yang lebih utama, riya’ kepada Allah atau kepada manusia. Ingin diridhai Allah atau ingin diridhai manuisa? Lebih daripada itu adalah syi’ar. Yang tadinya malu-malu akhirnya terobsesi timbullah rasa iri yang hasanah ‘masak sih saya kalah dengan tukang pacul yang menyumbang 50 ribu’. Akhirnya ia berkata ‘Saya menyumbang 100 ribu!’ Sebut namaku Fi Sabilillah!? Demikian itu Riya’ atau Syi’ar?! Apakah pamer shadaqah itu membawa solusi atau kehancuran? Yang riya’ adalah yang tidak berbuat karena tidak mampu berbuat ikhlash.
Eh, ada isu-isu para panitia sedang ribut tentang pembagian honor. Ada isu-isu ketua panitia menggunakan dana pembangunan buat kepentingan rumah tangganya. Tidak terdengarlah ke telinga penyumbang. Timbullah kemarahan, ‘Kurang ajar, uang pembangunan kamu pakai untuk kepentingan pribadi, dst!’ Apakah akan timbul keikhlasan? Berubahlah keikhlasan menjadi riya’. Kelihatannya ikhlash padahal tidak. Kelihatannya sholat padahal tidak. Kelihatannya tertutup aurat padahal tidak (karena terlihat lekuk tubuhnya).
Kalau kita menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya dalam berbagai kebijakan syari’at Islam, apakah mengharapkan keridhaan Allah atau keridhaan manusia? Bukan riya’ jika amal itu ditampakkan, tapi Sami’na wa Atho’na, semata-mata menjalankan perintah Allah.
Kita berharap keridhaan komunitas orang Jawa, atau keridhaan Allah dan Rasul? Jika kita berpakaian menyesuaikan kebudayaan suatu komunitas tertentu agar dihormati dan diakui, maka kita mengharapkan keridhaan mereka. Apakah dinamakan ibadah? Jika bukan ibadah berarti riya’. Sabda Nabi Saw: Man tasyabbah biqowmin fahuwa minhum [Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk ke dalam kaum tersebut].
Kalau kita berkiblat kepada ketetapan atau perintah yang disyari’atkan Allah, itu bukan riya’, tapi sedang ibadah!
Orang yang mengikuti perilaku manusia berarti mencari keridhaan manusia. Orang yang mencari keridhaan manusia itu adalah orang yang riya’!! Dan orang yang mengikuti Allah dan Rasul-Nya adalah orang yang taat dan Sami’na wa Atho’na terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Melaksanakannya berarti mengharapkan keridhaan Allah, dan orang yang mengharapkan keridhaan Allah itu Ibadaaah!! Bukan Riyaa!!
Dengan pernyataan intelektual itu, umat Islam tidak mau menampakkan keislamannya. Sikap tidak menampakkan keislaman itu menimbulkan fitnah bagi dirinya, karena tidak ada kejelasan yang Shidiq (akurat). Bapak pernah ke Lombok dua kali, dan suatu kali bersama jama’ah mau makan ke Denpasar. Karena di Bali banyak rumah makan yang menyajikan makanan yang diharamkan Allah, maka dipilihlah Rumah Makan Padang yang diyakini bebas dari masakan yang mengandung babi atau yang diharamkan Allah. Mereka mendapatkan kepastian yang tidak dapat diragukan. Eh, ada yang mengucapkan, ‘Assalaamu’alaikum!’ Mau dijawab malah kita bingung karena identitas mereka tidak jelas. Mereka tidak ragu kepada kita, tapi kita ragu kepada mereka karena tidak ada kejelasan penampilannya apakah muslim atau tidak.
Bagaimana Allah tidak ragu kepada mereka yang tidak menampakkan keislamannya sedang di dunia saja orang-orang ragu kepada mereka!!
Yang tidak menunjukkan identitas kemusliman menandakan keraguan terhadap ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Orang tidak ragu terhadap orang yang telah menampilkan performence yang mencontoh kepada Nabi Muhammad Saw. Tapi kepada orang-orang yang tidak menunjukkan identitas kemusliman akan ragu mengucapkan salam kepadanya. Dalam hatinya ada keraguan, ‘Pakaiannya sih sama, orang Barat pakai Bulu Jin (Blue Jeans, red), orang Bali pakai Bulu Jin, orang Jawa pakai Bulu Jin!’ Bagaimana kita mau membalas kebaikan salamnya?! Tidak ada kepastian.
Sedangkan Islam mengajarkan ketelitian dan kepastian. Shadaqallah itu bukan artinya Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. Sebenarnya adalah Profesional Allah Yang Agung. Jika diterjemahkan dengan ‘Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya’ berarti teksnya ‘Haqqallaahu likulli aayah’. Betapa jauh maknanya.

Makna Dien
Orang yang tidak menampakkan kejelasan identitasnya mengartikan Dienul Islam itu sebagai agama Islam. Kalau makna agama hanya sekedar ‘tidak kacau’, maka makna Iman, Islam dan Ihsan itu jauh lebih dari itu. Dien itu terdiri dari 3 dasar, untuk membenahi perilaku manusia yang terdiri dari unsur jasmani dan ruhani. Jangkauan ukurnya berdasarkan nilai-nilai yang lebih baik ( جير- khoir), yakni Ahsan. Imannya mesti lebih baik, Islam-nya mesti lebih baik.
Iman, Islam dan Ihsan adalah kalimat majemuk. Kalimat mejemuk itu terdiri dari jama’, keanekaragaman (heterogen). Jama’ terdiri dari komponen-komponen, unsur-unsur, molekul-molekul, atom-atom. Baik Islam maupun Iman dibenahi sampai ke tingkat sekecil-kecilnya, sehingga tercapailah maqam evaluasi yang lebih baik, lebih baik, lebih baik, dst. Tidak cukup umur kita untuk meneliti bagian-bagian yang terkecil dari nilai keislaman dan keimanan.
Rahman adalah karunia Allah berupa kehidupan atas seluruh makhluk dari Nabi Adam As hingga saat ini. Karunia tersebut diperebutkan hingga terjadi pemanfaatan (eksploitasi) yang berlebihan. Terjadinya peperangan antar negara atau kerajaan, hanya memperebutkan wilayah atau karunia dunia yang terbatas.
Rahim adalah kumpulan Rahman-Rahman atau karunia Allah berupa hidayah keimanan dan keislaman, yang nilainya tidak terbatas. Bagaimana kita bisa membandingkan makna agama dan Dien? Bisakah kita katakan Islam itu sama dengan agama lain?!
Dienul Islam adalah Konsep kebijakan Lillaahi Mulkus Samawati wal Ardh [Kepunyaan Allah yang ada di langit dan di bumi]. Tapi yang sering kita dengar P. Jawa, P. Sumatera, P. Sulawesi dan lainnya yang ada di dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) disebut kepunyaan Ibu Pertiwi. Bukankah NKRI itu bagian dari bumi ciptaan Allah, di bawah Kerajaan Allah yang menciptakan langit dan bumi?
Kebijakan Dienul Islam adalah kebijakan Maka masuk kepada sistem kebijakan Al-Quran. mengarah kepada kebijakan ilmu pasti (eksakta). Jika dengan ilmu dongeng masih bisa diragukan, apalagi ilmu filsafat, begitu pula ilmu metafisik gak mampu memikirkannya. Tapi dengan ilmu pasti akan bergerak kepada pengetahuan yang paling bawah hingga kepada pengetahuan yang lebih banyak dan tinggi. Bila menggunakan metode yang shidiq (akurat) dari awal hingga akhir, Insya Allah akan menghasilkan sesuatu yang tidak dapat diragukan. Seperti kita membuka karung beras, terigu atau semen. Jika kita membuka pada simpul awalnya dengan proporsional, akurat, teliti dan cermat, maka akan dibuka dengan mudah dan bermanfaat. Talinya bisa dimanfaatkan, karungnya punya nilai dijual.
Dunia ini adalah permainan, wamal hayaatud dun-yaa illaa la’ibuw walahwun, Q.S. Al-An’am: 32. Permainan biliard tidak seberapa daripada permainan voli yang kita ketahui, dan tidak seberapa luas daripada permainan sepakbola. Permainan sepakbola tidak sebanding dengan permainan yang dibangun Allah yang menciptakan siang dan malam. Ada yang menang, ada yang kalah. Ada yang diridhai dan ada yang dimurkai. Ada yang masuk syurga, ada yang masuk neraka.
Kadang-kadang kita yang difitnah oleh fenomena keuntungan dan kerugian, dan terkadang sebaliknya, malah kita yang membuat fitnah. Karena di dalam musibat itu ada cobaan, dan nikmat itu ada cobaannya. Bagaimana kita di balik semua itu mencari keridhaan Allah SWT. Robbanaa maa kholaqta haadzaa baathilaa [Wahai Tuhan kami, tiadalah sia-sia ciptaan Engkau ini, Q.S. Ali Imran: 191].

Yakin yang mana?
Selama ini kita percaya kepada apa yang kita baca dan akhirnya kita percayai dan yakini. Padahal makna terjemah Al-Quran banyak yang telah menyimpang dari maqam bahasa sebenarnya. Percaya itu ada yang benar dan yang salah. Percaya kepada metode yang benar dan ada yang salah. Yakin ada yang benar, ada yang salah. Ada yang yakin kepada yang lemah dan ada yang yakin kepada bangunan pengetahuan yang kokoh.
Apa sebab keyakinan seseorang itu dikatakan benar atau salah? Karena bangunan keyakinannya itu kokoh, lebih shidiq daripada mereka yang rapuh. Bangunan keyakinan yang rapuh contohnya yang menyatakan bahwa Tuhan itu terbagi-bagi menjadi Tuhan anak, Tuhan Bapak. Yang dipercaya salah, yang membangun kepercayaan juga salah.
Selama ini kita sudah merasa puas dengan keyakinan yang kita miliki, padahal keyakinan sebagai kesimpulan atas kepribadian seseorang itu ada yang benar dan ada yang salah. Dicontohkan oleh Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan Ra. ada dua orang petinju ingin bertarung. Karena yakin akan menang, maka kedua petinju mau bertarung. Jika tidak yakin maka keduanya tidak mau bertarung. Karena dua-duanya ada keyakinan, maka keduanya mau bertarung.
Jangan cukup (puas) dengan keyakinan jika pondasi bangunannya rapuh. Bila pondasinya rapuh, dindingnya rapuh,tiangnya rapuh, komposisi campuran semen pasirnya rapuh, bagaimana bisa kokoh bangunannya. Tapi jika pondasinya kokoh, dinding dan tiangnya kokoh, seluruh komponen pendukungnya, maka akan terwujud bangunan keyakinan yang kuat.
Puas dengan keyakinan itu tidak menjadi ukuran. Yang penting adalah ilmunya yang pasti, sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Jika diingkari maka sesungguhnya telah memperbodoh dirinya sendiri. Dan Allah sekali-kali tidak menzhalimi manusia melainkan manusia sendiri yang menzhalimi dirinya sendiri, memperbodoh dirinya, lantaran tidak mengikuti aturan pasti yang telah Allah turunkan kepadanya.
Sebagai contoh saat Allah berfirman dalam penciptaan Adam As disebutkan: ‘Innii Jaa-‘ilun fil Ardhi kholiifah’ [Sesungguhnya Aku menjadikan khalifah di muka bumi] Q.S. Al-Baqarah: 30. Tapi dalam ayat lainnya ketika menciptakan manusia disebutkan: Innaa kholaqnaakum Q.S. Al-Hujurat: 13. Sesungguhnya Kami menciptakan kalian. Antara ‘Innii’ dan ‘Innaa’ memiliki perbedaan hanya 1 (satu) huruf, namun makna keduanya berbeda. Betapa telitinya, kokohnya pengetahuan yang Allah berikan kepada kita.
Kata orang Arab amal sholeh itu berbeda, begitu pula orang Jepang, orang Amerika, orang Indonesia. Padahal amilush-sholih adalah ittabi’uu maa anzalallah. [Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah], yakni para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, nikmat musibat-Nya.
************
Manajemen atau Birokrasi Ilahiyyah adalah keselamatan. Oleh karenanya dinamakan Dienul Islam, konsep atau sistem keselamatan. Disebut pula Birokrasi (kepemimpinan) keselamatan.
Jika kita mau mendapatkan syafaat Nabi Muhammad Saw berarti kita mesti siap masuk neraka terlebih dahulu. Mana yang kita pilih, program selamat atau syafa’at? Jangan sampai kita memilih program selamat, tapi kelakuannya meminta syafa’at. Jangan sampai lisannya mengucapkan Sami’na wa Atho’na, tapi kelakuannya Sami’na wa ‘Ashoyna.
Guru dan murid sama-sama diuji. Kalian punya kewajiban, Bapak (Syekh al-Akbar) juga punya kewajiban. Marilah kita saling bahu membahu, minimal ikut mendo’akan. Segala kesalahan kita kepada Allah dan Rasul-Nya dan sesama, semoga diampuni dan Allah berkenan memberikan Rahim-Nya kepada kita di hari kiamat nanti.
Allah SWT Adil dan Bijaksana, oleh karena itu janganlah kita menjadi orang yang manja, cengeng, lemah, penakut dan berputus asa. Firman Allah: Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus’ahaa [Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, Q.S Al-Baqarah: 286]. Bukanlah maksud ayat ini untuk orang-orang yang takut, lemah dan cengeng. Tapi hendaklah menjadi orang yang berani, bersemangat yang tinggi dalam mujahadahnya, tangguh terhadap berbagai ujian dan cobaan, cepat atau lambat, ringan atau berat.
Kebijakan Islam bukan hanya dunia, atau akhirat saja, tapi merupakan satu paket dan kebijakan, satu benang merah yang saling berhubungan. Sebagaimana Rukun Iman dan Islam, ada para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, kedatangan Kiamat, nikmat dan musibat-Nya, itulah wasilah-wasilah menuju kepada lurusnya jalan kepada Allah.
Mudah-mudahan perjalanan kita kembali ke rumah masing-masing setelah melaksanakan Pekan Qini Nasional yang ke 107, membawa kita kepada kedewasaan. Orang yang dewasa adalah orang yang bisa memposisikan dirinya sebagai hamba di hadapan Allah. Dan yang disebut Hamba Allah adalah orang yang bersikap Sami’na wa Atha’na dengan usaha yang maksimal. Ia tidak gelisah dengan adanya siksa neraka. Syurga yang dijanjikan Allah seolah memanggil-manggil dirinya. Kenikmatan akhirat ibarat magnet yang senantiasa menghampiri dirinya.
Semoga kita menjadi Hamba Allah yang bersikap Sami’na wa Atha’na kepada Allah, Rasul dan Guru yang bersambung kepada kepemimpinan Birokrasi Ilahiyyah.
Al-Fatihah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Batu Tulis, 6 Agustus 2008
[i] Dari Umar bin Al-Khaththab r.a., katanya: "Pada suatu ketika kami semua duduk di sisi Rasulullah s.a.w. yakni pada suatu hari, tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang lelaki yang sangat putih pakaiannya dan sangat hitam warna rambutnya, tidak tampak padanya bekas perjalanan dan tidak seorang pun dari kami semua yang mengenalnya, sehingga duduklah orang tadi di hadapan Nabi s.a.w. lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri dan berkata: "Ya Muhammad, beritahukanlah padaku tentang Islam." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda:
"Islam, yaitu hendaknya engkau menyaksikan bahwa tiada sembahan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah pula engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan melakukan haji ke Baitullah jikalau engkau kuasa jalannya ke situ."
Orang itu berkata: "Tuan benar."
Kami semua heran padanya, karena ia bertanya dan juga membenarkannya. Ia berkata lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang Iman."
Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari penghabisan - kiamat - dan hendaklah engkau beriman pula kepada takdir, yang baik ataupun yang buruk - semuanya dari Allah jua."
Orang itu berkata: "Tuan benar." Kemudian katanya lagi:
"Kemudian beritahukanlah padaku tentang Ihsan."
Rasulullah s.a.w. menjawab: "Yaitu hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah-olah engkau dapat melihat-Nya, tetapi jikalau tidak dapat seolah-olah melihatNya, maka sesungguhnya Allah itu dapat melihatmu."
Ia berkata: "Tuan benar." Katanya lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang hari kiamat."
Rasulullah s.a.w. menjawab: "Orang yang ditanya - yakni beliau s.a.w. sendiri - tentulah tidak lebih tahu dari orang yang menanyakannya - yakni orang yang datang tiba-tiba tadi.
Orang itu berkata pula: "Selanjutnya beritahukanlah padaku tentang tanda-tanda hari kiamat itu."
Rasulullah s.a.w. menjawab:
"Yaitu apabila seorang hamba sahaya wanita melahirkan tuan puterinya - maksudnya hamba sahaya itu dikawini oleh pemiliknya sendiri yang merdeka, lalu melahirkan seorang anak perempuan. Anaknya ini dianggap merdeka juga dan dengan begitu dapat dikatakan hamba sahaya perempuan melahirkan tuan puterinya - dan apabila engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang-telanjang, miskin-miskin dan sebagai penggembala kambing sama bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang besar - karena sudah menjadi kaya-raya dan bahkan menjabat sebagai pembesar-pembesar negara."
Selanjutnya orang itu berangkat pergi. Saya - yakni Umar r.a. - berdiam diri beberapa saat lamanya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Umar, adakah engkau mengetahui siapakah orang yang bertanya tadi?" Saya menjawab: "Allah dan RasulNyalah yang lebih mengetahuinya." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya orang tadi adalah malaikat Jibril, ia datang untuk memberikan pelajaran tentang agama kepadamu semua." (Riwayat Muslim)
Makna Talidulamatu rabbatahaa, yakni tuan puterinya. Adapun pengertiannya ialah oleh sebab banyaknya hamba sahaya perempuan sehingga budak-budak tersebut melahirkan puteri untuk tuan yang memilikinya. Puteri tuannya itu sama kedudukannya dengan tuannya sendiri. Tetapi ada sebahagian ulama yang mengatakan tidak sedemikian itu maksudnya. Al-'Aalah, ialah golongan orang-orang fakir. Adapun kata Maliyyan artinya waktu yang lama, yaitu sampai tiga hari tiga malam lamanya.

Note:
[1] Dari Umar bin Al-Khaththab r.a., katanya: "Pada suatu ketika kami semua duduk di sisi Rasulullah s.a.w. yakni pada suatu hari, tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang lelaki yang sangat putih pakaiannya dan sangat hitam warna rambutnya, tidak tampak padanya bekas perjalanan dan tidak seorang pun dari kami semua yang mengenalnya, sehingga duduklah orang tadi di hadapan Nabi s.a.w. lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri dan berkata: "Ya Muhammad, beritahukanlah padaku tentang Islam." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda:
"Islam, yaitu hendaknya engkau menyaksikan bahwa tiada sembahan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah pula engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan melakukan haji ke Baitullah jikalau engkau kuasa jalannya ke situ."
Orang itu berkata: "Tuan benar."
Kami semua heran padanya, karena ia bertanya dan juga membenarkannya. Ia berkata lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang Iman."
Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari penghabisan - kiamat - dan hendaklah engkau beriman pula kepada takdir, yang baik ataupun yang buruk - semuanya dari Allah jua."
Orang itu berkata: "Tuan benar." Kemudian katanya lagi:
"Kemudian beritahukanlah padaku tentang Ihsan."
Rasulullah s.a.w. menjawab: "Yaitu hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah-olah engkau dapat melihat-Nya, tetapi jikalau tidak dapat seolah-olah melihatNya, maka sesungguhnya Allah itu dapat melihatmu."
Ia berkata: "Tuan benar." Katanya lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang hari kiamat."
Rasulullah s.a.w. menjawab: "Orang yang ditanya - yakni beliau s.a.w. sendiri - tentulah tidak lebih tahu dari orang yang menanyakannya - yakni orang yang datang tiba-tiba tadi.
Orang itu berkata pula: "Selanjutnya beritahukanlah padaku tentang tanda-tanda hari kiamat itu."
Rasulullah s.a.w. menjawab:
"Yaitu apabila seorang hamba sahaya wanita melahirkan tuan puterinya - maksudnya hamba sahaya itu dikawini oleh pemiliknya sendiri yang merdeka, lalu melahirkan seorang anak perempuan. Anaknya ini dianggap merdeka juga dan dengan begitu dapat dikatakan hamba sahaya perempuan melahirkan tuan puterinya - dan apabila engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang-telanjang, miskin-miskin dan sebagai penggembala kambing sama bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang besar - karena sudah menjadi kaya-raya dan bahkan menjabat sebagai pembesar-pembesar negara."
Selanjutnya orang itu berangkat pergi. Saya - yakni Umar r.a. - berdiam diri beberapa saat lamanya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Umar, adakah engkau mengetahui siapakah orang yang bertanya tadi?" Saya menjawab: "Allah dan RasulNyalah yang lebih mengetahuinya." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya orang tadi adalah malaikat Jibril, ia datang untuk memberikan pelajaran tentang agama kepadamu semua." (Riwayat Muslim)
Makna Talidulamatu rabbatahaa, yakni tuan puterinya. Adapun pengertiannya ialah oleh sebab banyaknya hamba sahaya perempuan sehingga budak-budak tersebut melahirkan puteri untuk tuan yang memilikinya. Puteri tuannya itu sama kedudukannya dengan tuannya sendiri. Tetapi ada sebahagian ulama yang mengatakan tidak sedemikian itu maksudnya. Al-'Aalah, ialah golongan orang-orang fakir. Adapun kata Maliyyan artinya waktu yang lama, yaitu sampai tiga hari tiga malam lamanya.
***********************
Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadist,tetapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah.
Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)!

Tidak ada komentar: