Sabtu, 08 November 2008

Anak-anak, Merokoklah!

Anak-anak, Merokoklah!
Oleh Seto Mulyadi,
Ketua Komnas Perlindungan AnakJangan kaget! Ini adalah seruan lantang industri rokok kepada anak-anak dan remaja kita. Sayang, banyak orangtua tampaknya masih terlelap dan tidak sadar. Tahu-tahu, jutaan anak kita telah tercemar asap tembakau dan akan menjadi perokok aktif di masa depan. Dengan sistematis, industri rokok mengajak jutaan anak untuk sejak dini mulai gemar merokok.Coba lihat iklan-iklan rokok di mana-mana, seolah tidak ada lagi ruang kosong yang ramah anak dan bebas dari dominasi iklan rokok. Mulai dari billboard, spanduk, umbul-umbul, iklan di media cetak ataupun elektronik, kaset atau film sampai ke seminar-seminar pendidikan pun tak luput dari promosi rokok.Materi iklan pun menunjukkan segmentasi pasar yang dibidik. Bahwa merokok adalah baik. Merokok identik dengan nikmat, berani, macho, trendi, kebersamaan, santai, optimistis, penuh petualangan, kreatif, dan segudang istilah lain lagi yang membanggakan.Tidak tanggung-tanggung, idola remaja "penyanyi, grup musik, atau para tokoh yang memenuhi selera pasar konsumen" dilibatkan sebagai model.Industri rokok paham teori psikologi perkembangan anak Bahwa "menurut teori perkembangan psikososial Erik Erikson" remaja sedang pada tahap the sense of identity, tahap mencari identitas, termasuk meniru dan mengikuti perilaku model yang menjadi idolanya. Dengan "serangan" iklan dan menampilkan identitas yang dicari remaja, otomatis mereka larut dalam pengaruh iklan, merasa lebih hebat dengan merokok.Metode komunikasi persuasif yang digunakan pun memakai classical conditioning, yaitu mengubah sikap dengan mengondisikan antara perasaan positif dan benda yang diiklankan. Remaja pun tergiur saat disuguhi pesan-pesan seperti "Apa Obsesimu?", "X-presikan Aksimu!", dan "U are U!".Bahan adiktifKalangan industri rokok sering berkilah, iklan rokok tidak akan menimbulkan perokok baru, tetapi hanya menjaga agar perokok aktif tetap mengonsumsi produksinya atau agar tidak pindah ke merek lain.Namun, kenyataannya iklan rokok telah menjebak ratusan ribu anak dan remaja untuk mulai mencoba merokok, lalu menjadi pengguna tetap yang aktif.Mereka menutup mata terhadap kenyataan bahwa mengiklankan rokok sama dengan mempromosikan bahan adiktif terhadap anak-anak. Saat merokok, mereka akan mengisap sekitar 4.000 racun kimia dengan tiga komponen utama yang berbahaya, yaitu nikotin, tar, dan karbon monoksida.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, tembakau membunuh lebih dari lima juta orang per tahun, dan diproyeksikan akan membunuh 10 juta sampai tahun 2020. Dari jumlah itu, 70 persen korban berasal dari negara berkembang.Lembaga Demografi UI mencatat, angka kematian akibat penyakit yang disebabkan rokok tahun 2004 adalah 427.948 jiwa, berarti 1.172 jiwa per hari atau sekitar 22,5 persen dari total kematian di Indonesia.Remaja akan tetap menjadi sasaran utama untuk menggantikan perokok senior yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap rokok, yang konon sekitar 30 juta akan wafat karena penyakit yang berhubungan dengan tembakau.Coba simak laporan perusahaan rokok di AS, Philip Morris (1981), "Remaja hari ini adalah pelanggan tetap yang potensial untuk hari esok! Pola merokok remaja amat penting bagi Philip Morris…."Hak anakMelalui Sidang Ke-56 WHO, 192 negara anggotanya telah mengadopsi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) untuk melindungi generasi muda dari kerusakan kesehatan dan asap tembakau. Pasal 13 FCTC mensyaratkan negara anggota untuk melaksanakan larangan total terhadap segala jenis iklan, pemberian sponsor dan promosi produk tembakau, baik secara langsung maupun tidak dalam kurun waktu lima tahun setelah meratifikasi konvensi.Sayang, Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi konvensi ini dan belum memiliki undang-undang yang mengatur dampak bahaya tembakau, sementara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tetap mengizinkan iklan rokok di media elektronik dengan berbagai bentuknya.Ketika kita semua tahu bahwa rokok ialah zat adiktif dan merupakan salah satu pembunuh hak hidup anak, pemerintah tampaknya belum tegas dalam melindungi anak dari bahaya tembakau. Padahal UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan, pemerintah wajib dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak termasuk yang menjadi korban zat adiktif (Pasal 59). Pasal 89 Ayat 2 menegaskan,"Setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi atau distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun"Bagaimana nasib RUU Pengendalian Dampak Rokok dan Tembakau yang konon sudah disetujui 41 persen anggota DPR? Badan POM mencatat 14.249 iklan rokok tersebar di media elektronik (9.230), media luar ruangan (3.239), dan media cetak (1.780). Hingga kini, tanpa kendala, iklan rokok terus mempromosikan bahan yang sarat pelanggaran hak anak, baik hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, maupun hak untuk memperoleh perlindungan.Kongres Anak Indonesia sebagai pemenuhan hak partisipasi anak tahun lalu telah mendesak pemerintah untuk membatasi iklan rokok di media massa sebagai bagian dari bentuk kekerasan terhadap anak.Akankah kita terus membiarkan tingkah pembunuh berwajah santun berkeliaran di mana-mana menghiasi ruang-ruang publik kita? Lupakah kita kepada kesepakatan yang dicanangkan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2002 untuk menciptakan a world fit for children?Tampaknya kita semua harus jujur untuk berani mengakui bahwa kita belum siap untuk memenuhi hak anak, agar nantinya mereka bisa berkata, "Tubuhku sehat, jiwaku kuat, siap menjadi pemimpin masa depan!"Prevalensi Anak Merokok 26,8 Persenwisnu widiantoro/kompasPelajar Jakarta Menunjukkan gelang jari bertulis "No Tobacco" pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2007 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.Jumat, 18 Januari 2008 19:08 WIBJAKARTA, JUMAT - Anak-anak Indonesia kini dalam bahaya karena mereka merokok sejak usia dini. Prevalensi perokok anak usia 13-15 tahun mencapai 26,8 persen dari total populasi penduduk Indonesia, 234 juta jiwa.Permasalahan merokok pada anak adalah bencana nasional yang harus segera ditangani. Karena itu, Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak mendesak pemerintah melarang secara menyeluruh iklan, promosi, dan sponsor rokok.Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengemukakan hal itu, Kamis (17/1), setelah mengekspose hasil penelitian Komnas Perlindungan Anak bersama Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) dan Tobacco Control Support Center-IAKMI, yang dilakukan Januari-Oktober 2007. "Iklan rokok merupakan monster bagi anak-anak karena ia dengan mudah terpengaruh," ujarnya.Zulazmi Mandu, Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka, yang juga memaparkan hasil penelitiannya di Komnas Perlindungan Anak, mengungkapkan, sedikitnya satu dari lima remaja di DKI Jakarta mengaku timbul keinginan untuk menyalakan rokok sesaat setelah melihat iklan rokok.Seto Mulyadi yang didampingi Sekjen Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menjelaskan, tren usia inisiasi merokok menjadi makin dini, yakni usia 5-9 tahun. Perokok yang mulai merokok pada usia 5-9 tahun mengalami lonjakan paling signifikan, dari 0,4 persen pada tahun 2001 menjadi 1,8 persen pada tahun 2004. Tahun 2007, meski belum punya angka pasti, diyakini akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2004.Dalam pantauan Komnas Perlindungan Anak, menurut Seto Mulyadi, sepanjang Januari-Oktober 2007 terdapat 2.848 tayangan televisi yang disponsori rokok di 13 stasiun televisi. Juga tercatat 1.350 kegiatan yang diselenggarakan/disponsori industri rokok, seperti kegiatan musik, olahraga, film layar lebar, seni dan budaya, hingga keagamaan."Pada acara-acara ini kerap kali industri rokok membagi-bagikan rokok gratis kepada pengunjung tanpa pandang usia, kendati bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003," ujarnya.Larang Iklan RokokIklan rokok dan kegiatan-kegiatan yang disponsori industri rokok menimbulkan keinginan remaja merokok, yang akhirnya menjadi perokok tetap. Karena itu, sebuah regulasi yang melindungi anak dan remaja dari maraknya iklan dan kegiatan sponsor rokok mutlak diperlukan."Larangan menyeluruh terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok dalam berbagai kegiatan adalah salah satu upaya melindungi anak-anak dari kecanduan terhadap tembakau," kata Seto.Demi kepentingan terbaik bagi anak dan menyelamatkan generasi muda bangsa dari dampak bahaya tembakau, lanjut Seto, Komisi Nasional Perlindungan Anak mengimbau kepada pemerintah untuk, pertama, membuat regulasi yang melarang secara komprehensif segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok.Kedua, mengatur praktik tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang dilakukan industri rokok agar tidak menggunakan merek rokok maupun nama perusahaan karena bisa merupakan iklan terselubung. (NAL)

*********************
Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadist,tetapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah.
Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)!

Tidak ada komentar: