"Ada yang tampak remeh keadaan dirinya, ternyata siapa sangka yang remeh tersebut sebagai wasiilah yang menghantarkan atau menunjukkan “jalan yang tepat dan cepat."
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".
Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi: 60-65)
Kisah tersebut merupakan salah satu contoh pembelajaran kepada kita, bahwa wasiilah itu adalah penting bagi mereka yang mau memiliki jalan yang lurus atau jalan tol atau jalan bypass menuju Allah SWT.
Jika Nabi Musa AS menyepelekan ikan tersebut, pasti beliau akan berjalan (ibadah) bertahun-tahun (untuk sampai ke tujuan yaitu sebagai predikat seorang hamba di antara hamba-hamba Kami atau hamba pilihan) jika mengandalkan kemampuan diri sendiri.
Sebagai info; ikan tersebut kondisinya sudah dimasak, dan sudah di makan pada salah satu sisinya oleh Nabi Musa As bersama ‘murid’nya। Kemudian Allah menghidupkan ikan tersebut dengan kondisi yang demikian. Bukti nyata keberadaan ikan tersebut jika anda mengenal Ikan Sebelah yang kondisi sebelah memiliki daging sebelah lagi tidak. Keunikan lain dari ikan ini adalah posisi kedua mata nya tidak umum.
Dari kisah Nabi Musa As dengan Nabi Khidir As ini, selain hikmah wasilah yang dapat kita petik, hikmah lainnya adalah seorang Nabi-pun yang ingin mencapai derajat kesolehan yang lebih tinggi wajib mencari “Guru Pembimbing” meskipun ia adalah seorang guru yang memiliki murid (Nabi Musa As bersama muridnya).
Hikmah lainnya adalah dari ayat, “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Pertanyaanya, kan Allah itu Kuasa, tapi mengapa mengajarkan Nabi Musa As melalui wasiilah Nabi Khidir As, mengapa tidak bicara langsung padahal Nabi Musa As telah diberi keistimewaan dapat berkata-kata langsung dengan Allah?
Dan dalam ayat tersebut dan ayat-ayat lainnya Allah selalu berkata “Kami”, yang membuktikan dengan jelas bahwa segala urusan di dunia maupun di akherat memiliki system kepemimpinan yang disebut Birokrasi. Dan Allah menghargai para petugas-petugasnya yang di langit maupun di bumi, di dunia maupun di akherat dengan berkata “Kami”.
Hikmah lainnya adalah perbedaan mencolok dari sifat keilmuan antara Nabi Musa As dengan Nabi Khidir As, adalah Nabi Musa As adalah tipe hamba ahli syariat, sedangkan Nabi Khidir As adalah tipe hamba ahli haqikat. Dan jelas ahli haqikat memiliki derajat yang tinggi disisi Allah daripada ahli syariat.
Oleh sebab itu kami membagi 2 kriteria ibadah, yaitu ibadah yag bernilai Hasanah, dan ibadah yang bernilai Derajat. Ibadah tanpa berwasiilah seorang Wali Mursyid disebut ibadah hasanah, sebaliknya yang berwasilah seorang Wali Mursyid disebut ibadah Derajat.
Bicara tentang birokrasi tentunya tidak terlepas bicara tentang bai’at atau ikatan perjanjian. Syarat sahnya suatu hubungan pasti ada bai’at-nya.
Tidak akan sah disebut karyawan jika tidak ada bai’at dengan perusahaan, tidak sah disebut murid jika tidak ada bai’at dengan guru, pertanyaannya apakah disebut umat Nabi Muhammad SAW jika tidak bai’at kepadanya. Jika ingin ber bai’at apakah dapat jika berbai’at dengan yang sudah gaib.
Jika ingin menjadi karyawan apakah bai’atnya dapat dilakukan dengan Manager yang gaib (sudah meninggal dunia). Apakah perusahaan tersebut dapat dipimpin oleh Seorang Manager yang gaib. Apakah negara Indonesia dapat dipimpin oleh Presiden yang gaib. Apakah umat Islam di dunia dapat dipimpin oleh seorang pemimpin yang sudah gaib. Oleh sebab itu sesungguhnya di dunia ini Islam masih memiliki seorang pemimpin umat yang nyata alias masih hidup, yakni sebagai petugas atau “utusan” yang di utus oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan pergantian kepemimpinan ini akan terus berlangsung sampai hari kiamat tiba.
Perbedaan karakteristik kepemimpinan antara satu dengan yang lain, antara terdahulu dengan yang baru adalah wajar.
Hal inilah yang menyebabkan umat Islam memiliki metode atau ‘jalan’ atau line (jalur) yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu kembali kepada Allah SWT. Maka wajar terkadang ada selisih pendapat.
Daun-daun pada ranting saling berbenturan, apa guna saling berselisih padahal mereka berada pada pohon yang sama.*********************
Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadist,tetapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah.
Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar