Jumat, 09 Oktober 2009

Kisah seorang Muallaf dari Hindu

Kisah seorang Muallaf dari Hindu

Syekh al-Akbar pada waktu Halal bil Halal mengatakan bahwa orang Islam belum tentu konsisten dengan keislamannya dan orang luar Islam belum tentu konsisten dengan apa yang diyakininya. Jika hidayah Allah datang kepada seseorang maka tidak ada kekuatan apapun yang dapat menghalanginya. Sebagai contoh adalah sebuah kisah seorang pendeta Hindu yang datang ke Pesantren Pagendingan beberapa waktu yang lalu. Kisahnya adalah sebagai berikut,

Di sebuah Pura Hindu, ada seorang Pendeta yang merasa gelisah terhadap kelakuan anaknya. Anak kesayangannya itu sejak kecil tidak memiliki gairah untuk bersama-sama beribadah di Pura bersama orang tuanya. Maklumlah apa yang dirisaukan ayahnya, karena ia merupakan salah seorang pemuka Hindu di wilayah Jawa Barat. Setelah diperhatikan, anaknya lebih cenderung mempelajari agama lain terutama Islam. Sehingga ayahnya sebagai pemuka agama di kalangan jama'ahnya perlu melakukan antisipasi agar anaknya tersebut tidak bisa berpaling kepada agama lain. Berbagai upaya dilakukan termasuk mencap atau mematok keimanan anaknya, dengan mengarahkannya kepada bimbingan agama Hindu yang dianutnya.

Sekian lama upaya itu dilakukan, namun api hasrat anaknya ini untuk keluar dari lingkungan Pura tidak juga padam. Gejolak jiwa anaknya untuk mencari kebenaran yang membawa kedamaian hatinya selama ini semakin memuncak di usia dewasa. Suatu ketika di tengah kegelisahannya itu, muncul sebuah suara kepadanya, 'Jika engkau ingin masuk Islam, carilah di sebuah kelompok jama'ah yang berjubah di wilayah Cisayong (Tasikmalaya)!'

Maka setelah mendengar suara itu ia mencari petunjuk yang dimaksud. Ia pun berkeliling wilayah Cisayong, lalu ditemukan Pesantren Fathiyyah al-Idrisiyyah yang berada tepat di sisi jalan. Ia masuk ke dalam dan mencoba bertanya kepada orang-orang yang ia jumpai. Tapi tidak satupun orang yang menggubrisnya. Ia pun berfikir 'Mungkin bukan tempat ini yang dimaksudkan suara itu'. Lalu ia keluar pesantren, menelusuri petunjuk yang ia dapatkan. Akhirnya ia berjalan ke Selatan Cisayong. Hingga sampai ke arah Galunggung. Sesampainya di sana ia bertanya kepada orang-orang setempat, di manakah pesantren yang ada orang-orang yang berjubah? Orang yang ditanya menjawab bahwa di wilayah Cisayong tidak ada lagi yang berpenampilan seperti yang ditanyakan, melainkan hanya ada di Pegendingan. Maka beranjaklah ia ke pesantren Fathiyyah al-Idrisiyyah kembali. Sesampainya di Pegendingan (setelah ia mengalami kekecewaan karena tidak ada yang mempedulikan) ia berusaha masuk lewat jalan lain, yakni lewat samping. Ketika ia melewati samping masjid, di sebelah kubah (makam) masjid ia mendengar suara memanggil-manggil. Ia berhenti sejenak melihat-lihat ke dalam kubah yang berisi banyak makam di sana. Ternyata suasana di dalam kubah membuatnya nyaman. Ia berniat beristirahat di situ, sampai akhirnya tertidur. Di dalam tidurnya ia dijumpai oleh 3 orang sosok yang menghampirinya, yaitu Nabi Khidhir As, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan, dan Syekh al-Akbar Abdul Fattah. Nabi Khidhir As sempat memperkenalkan diri bahwa ia adalah pemimpin Sulthan Awliya di setiap masa.

Setelah ia bangun terdengarlah azan, dan ia saksikan orang-orang berkerumun mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat. Ia bergegas ingin ikut sholat bersama. Setelah selesai, ia berkata kepada salah seorang santri yang berada di shaf belakang bahwa ia ingin masuk Islam. Oleh jama'ah ini si calon Pendeta Hindu ini dibawa ke rumah salah seorang Ajengan. Dan di rumah Ajengan inilah ia diberikan bekal keimanan dan keislaman, hingga ia bersyahadat. Prosesi syahadat inipun dilakukan berkali-kali hingga ia lancar mengucapkannya. Setelah yang ke sekian kalinya, keluarlah darah dari mulutnya. Ia pun bertanya mengapa bisa terjadi demikian. Lalu dijelaskan bahwa kekafiran itu semacam kotoran yang tidak pantas bersanding dengan kesucian iman, sehingga mesti dikeluarkan agar ia bersih menghadap kepada Khaliq dan layak memasuki rumah-Nya.

Tatkala melihat foto-foto yang terpampang di rumah Ajengan itu, ia berkata, 'Ini dia! Mereka semua adalah orang-orang yang saya jumpai saat saya mimpi di makam tadi!' Yang ia tunjuk tiada lain adalah Syekh al-Akbar, pimpinan Birokrasi Ilahiyyah.

Jakarta, 3 Oktober 2009

Salam Birokrasi Ilahiyyah.


NB. Tulisan ini berdasarkan penuturan beberapa jama'ah yang hadir pada acara Halal bil Halal di Tasikmalaya, 27 September 2009. Jika ada yang menemukan kekeliruan atau kekurangan dalam tulisan ini, mohon disampaikan. Trims.
*********************
Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadist,tetapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah.
Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)!

Bencana Urung Melanda (Sebuah Renungan)

*Assalamu'alaikum Wr. Wb.*
Malam Rabu kemarin diprediksikan akan turun hujan disertai badai karena
cuaca memburuk, hal ini bisa terlihat dari gumpalan awan yang menyelimuti
seluruh wilayah Jakarta. Gumpalan-gumplan awan yang mengandung titik air itu
berubah menjadi putih abu-abu merata, seterusnya dapat terlihat pada pagi
hingga sore hari. Secara global cuaca ekstrim ini mungkin dipengaruhi oleh
aktivitas badai Parma yang melanda Filipina beberapa waktu lalu.
Seiring dengan kondisi fisik alam tersebut malam itu seorang murid
Idrisiyyah didatangi ruhani Syekh al-Akbar akan terjadi badai besar di
wilayah Jakarta. Maka berita ini pun disampaikan kepada Syekh al-Akbar
Muhyiddin M. Daud yang sedang berada di Sumur. Mendengar hal itu Beliau
menginstruksikan untuk memperbanyak dzikir, agar apa yang dikabarkan
tersebut tidak terjadi.
Gejala badai ini terdeteksi lebih dulu oleh peristiwa ruhani, dan bukan dari
informasi BMKG. Pihak BMKG pun pada malam Rabu belum menginformasikan secara
significant apakah situasi alam Jakarta pada malam itu berakibat turunnya
hujan yang disertai badai yang dahsyat sebagaimana dialami oleh tetangga
kita di Filipina. Namun kemarin, malam Kamis, setelah cuaca dan arak-arakan
awan berubah dan bergeser secara cepat, barulah pihak BMKG menyimpulkan
bahwa hari itu tidak akan terjadi hujan disertai badai. Bahkan di sebuah
stasiun televisi dalam running teksnya mengungkapkan bahwa isu akan
terjadinya hujan dan badai dahsyat di Jakarta adalah tidak benar. Pernyataan
tersebut diungkapkan setelah adanya perubahan alam yang semakin membaik.
Sempat pula para ahli meteorologi termasuk dari luar negeri memperkirakan
akan terjadi gempa susulan untuk wilayah selatan Sumatera dan Jawa. Hal ini
termasuk peringatan BMG beberapa hari lalu bahwa diwilayah Jawa Timur akan
terjadi gempa berskala 8,8 R. Namun akhirnya prediksi itu pun tidak
terwujud.
Apa yang kami informasikan beberapa hari yang lalu adalah seperti apa yang
dilakukan oleh pihak BMG kepada masyarakat. Dan kenyataannya bisa terbukti
dan tidak. Kalau prediksi BMG adalah suatu yang niscaya terjadi, maka
musibah yang terjadi selama ini bisa diantisipasi oleh seluruh masyarakat.
Tidak banyak korban berjatuhan di Padang atau di Jawa Barat atau di Jogya
atau di Aceh. Semuanya terjadi tiba-tiba, sekan-akan tidak ada lembaga
pengawas semacam BMG. Ternyata apa yang diprediksikan manusia meskipun
dengan dilandasi teknologi yang canggih, tidak bisa membuat kepastian takdir
atau musibah yang akan terjadi di atas bumi ini.
Benang merah kejadian demi kejadian bencana menyimpulkan bahwa musibah alam
termasuk bagian rencana Allah yang sulit diperkirakan. Kejadiannya selalu
mengagetkan, dan membuat manusia terhenyak dari segala kesibukannya.
Seakan-akan dengan sulitnya perkiraan datangnya bencana itu kapan, Allah
menunjukkan Kekuasaan-Nya kepada manusia, *Wailaynaa turja'un*, Kepada Kami
(Birokrasi Ilahiyyah)-lah mereka (semestinya) kembali.
Kamis pagi Syekh al-Akbar menyatakan '*Insya Allah* badai besar atau musibah
yang melanda Jakarta tidak akan terjadi!' Hal ini menggembirakan kita semua,
*Alhamdulillah*. Karena apa yang diputuskan Beliau sebagai Mandataris *
Ilahiyyah* menunjukkan keputusan yang ditetapkan Allah atas kita semua.
Mungkin berkat do'a dan dzikir para jama'ah dan kaum muslimin turut
membantu, sehingga dugaan bencana itu tidak terjadi, *Wallaahu A'lam*. Lalu
mengapa berita itu mesti disampaikan, padahal peristiwa tidak terjadi?
Kita mesti menghargai keberadaan Ruhaniyyah para Awliya yang berjuang begitu
gigih membela umat Muhammad Saw pada zaman ini. Tapi, sepak terjangnya tidak
bisa kita lihat, hanya dampaknya saja kita rasakan. Kedamaian dan
kesejahteraan di muka bumi adalah buah karya dan peran ruhaniyah yang tidak
kita sadari selama ini. Ruhaniyah-lah yang menggerakkan dunia materi
ini. *Walaa
taquuluu limay yuqtalu fii sabilillaahi amwaat, bal ahyaa, walaa killaa
tasy'uruun *[Jangalah engkau mengira orang-orang yang terbunuh di jalan
Allah itu mati, mereka tetap hidup, tetapi kalian tidak menyadarinya]. Maka
ketika ruhani itu memerintahkan untuk menyampaikan berita tersebut, maka
tiada alasan untuk menolaknya karena tujuannya mulia, yakni untuk
mengingatkan kita di alam lahiriyyah. Berita ruhani adalah bukti adanya
kinerja ruhani. Itulah bimbingan yang dirasakan dan perlu diimani dengan
kuat oleh murid seorang Syekh Mursyid, Mandataris Ilahiyyah.
Syekh al-Akbar menceritakan bahwa ada malaikat Allah yang pekerjaannya
membenahi kerusakan-kerusakan di dalam bumi yang disebabkan oleh ulah tangan
manusia. Kita tidak menyadarinya. Begitu pula di langit. Betapa banyak ahli
memperkirakan bencana dahsyat pada beberapa tahun lalu akibat bertambah
luasnya lubang ozon di langit, tapi bencana yang diperkirakan itu tidak
terjadi. Siapakah yang menutupi lubang-lubang ozon itu sehingga kita bisa
hidup dan tidur nyenyak saat ini? Itulah peran Balatentara Allah. Itulah
bukti keberadaan Birokrasi Ilahiyyah yang bekerja secara rahasia tanpa kita
sadari.
Apabila terjadi pula bencana di muka bumi, maka hal itu hanya sebagian saja
yang diperlihatkan kepada manusia akibat ulah tangannya. *Liyudziiqohum
badhol ladzii 'amiluuu la'allahum yarji'un. *Agar manusia merasakan sebagian
saja akibat perbuatannya, semoga mereka kembali (kepada Allah dan
Utusan-Nya). Sesungguhnya bencana yang terjadi di luar kekuasaan dan
kemampuan kita dalam menghadapi atau mempersiapkan kedatangannya adalah
bagian rencana besar Allah, yang tidak mampu para Awliya-Nya menghentikan
apa yang sudah menjadi bagian skenario besar Takdir-Nya atas alam
ciptaan-Nya ini.
Warning bencana adalah bukti pengawasan para Awliya kepada apa yang terjadi
di muka bumi ini secara global. Maka, bagaimana lagi dengan diri kita yang
kecil ini! Tidak terlewatkan pengawasan dan bimbingan Birokrasi Ilahiyyah
bagi yang telah berkomitmen dengan bai'atnya.
Maka janganlah kita berprinsip seperti mereka yang tidak mengakui keberadaan
Allah sebagai Pemelihara dan Pelindung alam ini, sehingga menyatakan bahwa
alam atau dunia ini berjalan dengan sendirinya tanpa ada yang mengaturnya.
Maka demikian pula sebagai murid, sudah sepatutnya ia tidak berpendirian
bahwa apa yang dilakukannya di dunia ini dalam mewujudkan ibadah atau
ketaatan itu berkat jerih dan upayanya sendiri tanpa bimbingan dan peran
Syekh Mursyid yang membimbingnya selalu tanpa disadari.
Semoga kita semua kembali sebelum dikembalikan. *Wabillaahit Taufiq*.
Jakarta, 8 Oktober 2009.
Salam Birokrasi Ilahiyyah.

From: luqmana
Date: Thu, 8 Oct 2009 21:08:01 +0700


*********************
Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadist,tetapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah.
Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)!

Jumat, 02 Oktober 2009

Iblis Tidak Mau Berwasilah

Tanpa disadari bahwa orang-orang yang meremehkan wasilah itu menyerupai perilaku Iblis La'natullah 'alaih. Peristiwa tidak maunya Iblis bersujud kepada Adam As. adalah bukti enggannya ia berwasilah dalam penghambaannya kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Iblis menginginkan ibadah langsung kepada Allah tanpa perantara. Tapi Allah SWT justru menginginkan lain. Dia menjadikan para Utusan-Nya sebagai sarana dan bukti kecintaan seseorang kepada-Nya. Dalam syahadat Dia senantiasa menyandingkan Nama-Nya dengan para Utusan-Nya. Allah SWT menghendaki manusia mencintai para Utusan-Nya jika mereka mengaku cinta kepada-Nya. Bahkan cinta kepada para Utusan-Nya itu perlu bukti dengan taat (turut) kepada mereka. Tidaklah Allah menyatakan 'Jika kalian cinta kepada-Ku maka cintailah para Utusan-Ku (Fatahibuunii), tapi Allah berfirman: 'Qul inkuntum tuhibbuunallaah fattabi'uunii' [Katakanlah (wahai Utusan-Ku), jika kalian mencintai-Ku maka ikutilah Aku!]. Cinta itu dibuktikan dengan menuruti para Utusan-Nya. Dan itulah yang tidak diperbuat oleh Iblis kepada Adam As.

Seolah-olah Iblis berprinsip benar, bahwa ia menginginkan Tauhid yang murni, yang tidak ada sesuatu yang lain dalam ibadahnya melainkan Allah. Ia ingin beribadah hanya kepada Allah tanpa ada bayangan lain yang membuatnya menyekutukan-Nya. Banyak orang yang bermakrifat terjebak dengan pola pikir seperti ini.

29 September 2009
by Ust. Luqmana
*********************
Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadist,tetapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah.
Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)!